Pembunuh Kekasihku
“Bagaimana kau sampai ada disini? Apa yang
kau perbuat?” tanya teman satu selku.
“Sebenarnya aku tak bersalah.” kilahku.
“Semua yang ada disini mengatakan kalau
mereka tak bersalah.” katanya terkekeh.
“Aku difitnah membunuh kekasihku sendiri.”
kataku. Aku tidak bisa menyembunyikan
kesedihan yang kualami.
“Kau mencintainya?” tanyanya lagi.
“Sangat.”
“hmm… Kalau begitu tak ada alasan bagimu
untuk membunuhnya.”
“Tentu saja!” jawabku agak kesal.
***
Hari itu aku bangun agak siang, kurasakan
badan terasa lelah sekali. Semalam aku pulang
sangat larut. Sambil membuka mata aku
mengingat-ingat apa yang terjadi semalam
hingga kepalaku pusing sekali. Namun
semakin kumengingat semakin pening
rasanya.
Sambil meraba-raba meja sebelah kasur untuk
mencari kacamataku, tanganku menemukan
sebuah amplop besar di sana. Kukenakan
kacamataku kemudian kuambil
amplop itu dan kubuka.
Di dalamnya kudapati foto-foto yang membuat
duniaku berputar terbalik, membuat perutku
menjadi mual. Hatiku tercekat. Firasatku
selama ini benar. Dina, wanita yang sangat
aku cintai, telah mengkhianatiku. Di foto itu
tampak Dina sedang bermesraan dengan
seorang lelaki lain.
Sebenarnya firasat ini sudah kurasakan sejak
lama. Bermula dari pesan singkat dari orang
misterius itu, yang memberiku informasi
tentang perselingkuhan Dina. Dan aku yakin
amplop inipun berasal darinya. Tapi
bagaimana amplop ini bisa sampai ke kamar
kostku? Apa aku mengenalnya? Sampai
sekarang aku tidak tahu.
Sikap Dina beberapa bulan inipun agak
berbeda. Dia mulai susah untuk ditemui. Bila
kutanyakan padanya dia berkilah bahwa
sedang sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya.
Dan bodohnya aku percaya saja. Namun kini
aku tahu kebenarannya. Dia tidak bisa
mengelak lagi dengan bukti-bukti yang ada
padaku. Kuputuskan untuk menemuinya hari
ini juga di tempat kostnya. Aku menginginkan
penjelasan darinya.
***
“Jadi dia selingkuh?” tanyanya memotong
ceritaku.
“Iya.” jawabku dengan lesu.
“Hmm… Seorang pacar membunuh kekasihnya
yang kedapatan berselingkuh. Masuk akal.”
“Sudah kukatakan aku tidak membunuhnya.
Aku difitnah!” jawabku mulai agak emosi.
***
Aku menuju tempat kost Dina menggunakan
taksi. Di dalam taksi perasaanku terasa
diaduk-aduk. Mulai dari rasa marah, sedih dan
sakit hati semua bercampur jadi satu. Kuingat-
ingat lagi kenangan yang telah kulalui dengan
Dina. Betapa aku sangat mencintai wanita
yang satu ini. Apapun telah kulakukan untuk
membuatnya bahagia. Apapun telah kuberikan
untuk melihatnya tersenyum dan berseri.
Apapun.
Kudapat melintas bumi,
kudapat merajai hari
Kudapat melukis langit,
kudapat buatmu berseri
*
Sesampainya di tempat kost aku ingin Dina
mengakuinya sendiri. Akan kusimpan terlebih
dahulu bukti foto-foto ini. Aku ingin dia jujur
padaku. Biarlah dia membuka topengnya
sendiri tanpa perlu melepasnya dengan
tanganku.
Namun apabila dia masih mengelak, akan
kulempar bukti foto-foto itu tepat di mukanya.
Dan setelah itu aku akan pergi
darinya, dari kehidupannya, selama-lamanya.
Tapi kudapat melangkah pergi
Bila kau tipu aku disini
Kudapat melangkah pergi
Ku dapat itu
Tapi buka dulu topengmu
Buka dulu topengmu
Biar ku lihat warnamu
Kan kulihat warnamu
*
Taksiku berhenti tidak jauh dari tempat kost
Dina. Kubayar argo taksi dan segera beranjak
turun. Kulangkahkan kakiku ke tempat kost
Dina. Namun ada yang aneh ketika aku telah
sampai di sana.
Banyak orang merubung di depan kost itu. Dan
kulihat ada batas polisi yang terpasang di
sana, yang memberi pembatas pada orang-
orang itu agar tidak terlalu dekat.
Perasaanku tidak enak melihat semua ini.
Kudekati kerumunan itu untuk mencari tahu
apa yang terjadi. Rupanya telah terjadi
pembunuhan di salah satu kamar kost itu.
Seorang perempuan dan laki-laki telah
dibunuh di sana dengan keji. Dan yang lebih
mengagetkanku perempuan korban
pembunuhan itu adalah orang yang sangat
aku kenal. Ya, perempuan itu adalah Dina.
Dan belakangan baru kuketahui korban yang
satunya lagi adalah selingkuhannya.
***
“Jadi dia terbunuh bersama lelaki itu?” dia
bertanya setelah aku selesai bercerita.
“Iya.” jawabku dengan wajah tertekuk ke
bawah.
“hmm… Sungguh menarik. Terus bagaimana
kau bisa dituduh sebagai tersangka?”
tanyanya memojokkan aku kali ini.
“Akupun tidak mengerti. Tapi kata mereka ada
sidik jariku di gagang pisau yang digunakan
untuk membunuh mereka.” jawabku frustasi.
“Hanya itu?”
“Mereka juga menemukan potongan rambutku
di kamar kost itu.”
“Sepertinya kau tidak bisa lolos dari kasus ini.”
komentarnya agak sinis.”Tetapi aku tidak
membunuh mereka!” bentakku kini agak emosi.
“Itu kan katamu saja.” ucapnya sambil
tersenyum licik.
Emosiku sudah memuncak namun kutahan
dengan diam saja.
“Biar kusimpulkan: Kau sangat mencintaimu
kekasihmumu, namun ternyata dia telah
selingkuh darimu. Untuk mendapatkan
kejelasan kau mendatanginya di tempat kost.
Tapi apa yang tidak kauduga ternyata di sana
kau mendapati pacarmu sedang bersama
dengan selingkuhannya. Kau marah dan
membu…”
Sebelum dia menyelesaikan kata-katanya,
dengan penuh emosi kulayangankan tinjuku ke
arah wajahnya. Tepat di mata kirinya.
BRUK!
Seketika itupula tubuhku terpelanting
kebelakang. Kacamataku terjatuh entah
kemana. Kurasakan panas dan berdenyut di
wajahku. Kucari-cari kacamataku. Setelah
kutemukan kulihat kaca sebelah kirinya pecah.
Kupakai kacamata itu dan kusapukan
pandangan ke sekeliling ruang sel penjara ini.
Ruangan ini begitu lengang dan sepi.
Aku terduduk setelah beberapa saat.
Kurangkul kedua lututku mendekap.
Kubenamkan wajahku di antara dada dan lutut
kemudian aku mulai menangis.
-the end-
http://vikyarifiansyah.wordpress.com/2012/08/07/pembunuh-kekasihku/
0 Komentar