*saat ini di rumah makan*
Siang ini sebenarnya biasa saja. Untuk
manusia biasa-biasa saja sepertiku, hingga
sebuah pesan pendek dari Siwi muncul di
layar handphoneku,
“Kamu dimana? Sibuk ga? Temenin aku
makan yuk?”.
“Boleh wi, mau makan dimana? Aku jemput
ya?” balasan dariku.
“Oke aku tunggu ya gas”
Kemudian kami makan di tempat kesukaan
Siwi. Hari ini dihabiskan dengan aku yang
mendengarkan ceritanya dari A sampai Z
kehidupannya, mulai dari kegiatannya hari
ini hingga saat dia diusir dari perpustakaan
karena keasyikan ngobrol sama temannya.
“Gas..” tiba-tiba nada bicara Siwi berubah
“Iya wi?” jawabku.
“Maaf..Aku belum bisa ngelupain Raka..”
Aku hanya terdiam. Menikmati lekat-lekat
wajah Siwi, sambil tersenyum. Senyuman
getir. Entahlah, hanya itu yang dapat
kulakukan saat lidahku kelu akan kata.
*2 tahun sebelumnya*
26 Agustus 2010, 06.45
“Gas!!!Bangun!Udah mau jam 7 kamu masih
molor aja!! Buruan siap-siap bentar lagi aku
jemput!!” Suara siwi di telepon yang
memaksa aku bangun,
“Bawel kamu wi kaya ibu-ibu”. “
Ih biarin!!Pokoknya bentar lagi aku sampe
udah harus siap!!”.
“Iya nenek sihir.”
Aku langsung bergegas mandi ala kadarnya
daripada harus dihabiskan mendengar
celotehan bawel Siwi selama perjalanan di
kampus karena lama nunggu aku mandi.
Hari ini seharian kami habiskan dengan
berkuliah.
“Eh Gas makan yuk di kantin?” Ajak Siwi.
“Yuk, aku temenin aja ya tapi.”
Aku duduk sambil menunggu Siwi yang
memesan makanan.
“Nanti malem kamu ada acara ga? Jalan yuk
Gas, bete nih”
“Boleh. Mau kemana wi?”
“Hmmm kemana ya? Gampang deh yang
penting jalan hehe”
“Lagi bete ya kamu wi?” tanyaku.
“Iya sih gas, dari 2 hari lalu Raka ga ada
kabar nih.. Aku hubungin ga pernah
dibales.. kenapa ya dia?”
“Raka pacarmu yang di Bali itu? Mungkin dia
lagi sibuk kuliah kali Wi banyak tugas, kaya
kita kan tuh banyak tugas hehe”
“Mudah-mudahan ya gas..”
“Iya Wi, percaya aja.” Aku berusaha
menenangkan.
Malamnya sesuai janji kami pergi jalan-jalan,
atau lebih tepatnya makan malam karena
tidak tahu ingin kemana. Itu pun harus
menunggu waktu setengah jam untuk
menentukan tempat makan yang pas.
Sesampainya di tempat makan, tanpa basa-
basi kami langsung memesan makanan dan
memakannya setelah tiba. Makan malam
hari ini dihabiskan dengan bercerita banyak
hal, tentang kehidupan masing-masing
sebelum masuk ke dunia perkuliahan hingga
kelakuan unik teman-teman kampus.
“Balik yuk wi, udah malem” Ajakku.
“Yuk gas.”
Pendar lampu kota memberikan nuansa
tersendiri bagi kami yang merupakan
pendatang di kota ini dan terlalu sayang
untuk kami abaikan. Setibanya di kos-kosan
Siwi.
“Wi, Makasih ya hari ini :)”
“Ah kamu gas, harusnya aku yang makasih
udah ditemenin makan.”
“Haha yaudah aku balik dulu ya Wi, sampai
jumpa besok”
Sejenak aku merebahkan badan ini,
merangkai ingatan-ingatan tentang
pelarianku ke kota ini. Ah akhirnya aku bisa
bebas sejenak paling tidak untuk beberapa
tahun kedepan untuk mengabaikan
masalah-masalah ini.
Handphoneku lagi-lagi berdering, tak perlu
bertanya-tanya itu dari siapa karena hanya
Siwi yang akan meneleponku malam-malam
seperti ini, biar kutebak apalagi kali ini?
Berantem dengan cowonya kah? Atau
cowonya ga bisa dihubungi lagi kah?
“Ada apa wi?” Aku menjawab panggilannya
“Gas… Raka..”
“Kenapa lagi? Kalian Berantem?”
“Iya gas..”
“Kenapa wi?”
“Raka selingkuh Gas.. Itu alesan dia ngilang
2 hari karena dia selingkuh.Katanya dia
capek LDR, dibutuh pacar yang selalu ada
buat dia makanya dia selingkuh.”
“Trus?”
“Dia minta putus Gas.Tapi aku ga mau, aku
sayang dia Gas.” Suara Siwi mulai melemah,
seperti sedang menahan tangis.
“Trus?” Tanyaku lagi, bingung harus
bereaksi apa.
“Akhirnya setelah kita ribut besar, kita
sepakat Gas.Setiap bulan aku akan nemuin
dia di Bali dan dia bakal ninggalin
selingkuhannya itu.”
“Hmm oke wi,kamu baik-baik aja kan
sekarang?”
“Iya baik-baik aja kok Gas.. Aku cuma mau
hubungan aku dan Raka baik-baik saja.”
“Syukur deh wi, semoga kalian baik-baik aja
ya.. Aku selalu mendoakan yang terbaik
untuk kalian”
“Iya Gas, makasih ya selalu sabar nemenin
aku Curhat.”
“Iya wi, sama-sama.kamu tenang ya, jangan
sedih lagi.”
“Iya gas, ini aku mau tidur kok.. udah dulu ya
gas, sampai jumpa di kampus besok”
“Oke wi”
Aku adalah tempat sampah berjalan yang
menampung segala keluh kesah Siwi. Aku
sebenarnya tidak mengerti kenapa Siwi
memilih untuk menceritakannya kepadaku,
karena seringkali dari setiap ceritanya aku
hanya mendengarkan sambil menenangkan
tanpa memberikan solusi pasti. Akhirnya aku
simpulkan kalau Siwi hanya butuh
tampungan dari segala luapan rasanya yang
menggenang.
Malam ini aku tidak tidur. Menghabiskan
malam dengan mengidentifikasi perasaan
tidak enak di hati. Lalu dengan resmi aku
katakan, aku jatuh cinta dan patah hati di
saat yang sama.
Mulai hari itu aku menahan diri untuk
berkomunikasi dengan Siwi, aku sibuk
dengan kegiatan kampus sedangkan Siwi
berkutat dengan rutinitas kuliahnya dan
pulang setiap bulan demi Raka pacarnya.
Hanya sesekali kami menghabiskan waktu
untuk sekedar makan siang atau malam.
Hingga tiba saat itu bulan Mei 2011, saat
dimana Siwi tiba didepan kamarku jam 22.00
dengan air mata yang tertumpah.
“Wi?! Ada apa kamu malem-malem gini?”
“Boleh masuk?”
Aku langsung menariknya masuk, semuanya
tumpah menjadi satu di kamar itu. Siwi yang
awalnya ingin memberikan kejutan dengan
berangkat ke bali tanpa memberitahu Raka,
Siwi yang memergoki Raka sedang
berduaan di Rumahnya Raka dengan wanita
selingkuhannya 6 bulan lalu, hingga Siwi
yang langsung pulang kesini.
Malam ini hening menjadi juara, memeluk
Siwi adalah satu-satunya yang dapat
kulakukan, membiarkannya tertidur dalam
pelukanku. Patah hati yang sesungguhnya
bukan karena tidak bisa menggapai orang
yang kita cinta, tetapi melihatnya terluka dan
kita tak bisa berbuat apa-apa.
Berbulan-bulan kami habiskan bersama, aku
berusaha menjadi penawar luka hatinya
dengan menghadirkan senyum disetiap
harinya. Aku mencintainya, hanya itu saja
yang aku tahu dan tidak peduli dengan hal
lainnya. Setelah memasuki bulan ke 5 aku
memberanikan diri untuk mengungkapkan
rasa ini, tak peduli apa hasilnya aku hanya
ingin Siwi tahu bahwa aku mencintainya.
Malam itu di atap kota, tempat tertinggi di
kota ini sambil menikmati lampu-lampu kota
berpendar aku mengatakannya.
‘Wi, ada yang mau aku omongin..”
“Oh ya? Apa Gas?”
“…Sebenarnya ini sudah lama sih Wi, aku..
aku sayang sama kamu wi.sejak pertama
kita makan dan berbincang-bincang banyak
hal. Entahlah, aku paham kamu waktu itu
masih pacaran sama Raka makanya aku
berusaha menyibukkan diriku dengan
berharap melupakanmu. Tapi nyatanya ga
bisa wi, hingga kamu putus dan sekarang,
rasa itu tidak pernah berkurang. Aku
mencintaimu Siwi..”
“Gas…”
“Maaf aku lancang wi, kalau kamu ga
berkenaan komentar juga ga apa-apa kok.
aku cuman pengen kamu tahu aja tentang
semuanya”
“Maaf gas.. aku belum bisa melupakan
Raka.. Aku nyaman sama kamu, tapi aku
sampai saat ini masih mencintai Raka Gas..”
“Hmm.. Gak apa-apa kok wi, yang penting
kamu ijinin aja aku untuk selalu nemenin
kamu.. Bagiku itu saja cukup..”
“Makasih ya Gas.. Kamu selalu ada buat
aku..”
“Asalkan kamu bahagia dengan
keberadaanku, aku pasti akan selalu ada
kok wi”
Entah apa kesimpulan malam itu, yang pasti
kami menikmati kebersamaan kami, dengan
kami yang nyaman dan membutuhkan satu
sama lain. Ya, bagiku yang terpenting Siwi
bahagia, itu saja.
*3 bulan kemudian di rumah makan*
Aku masih memandang wajah Siwi lekat-
lekat. Mengumpulkan tenaga dan mengatur
suara agar tetap terlihat tenang.
“Tenang aja wi. Aku takkan pernah berhenti,
akan terus memahami. Masih terus berfikir
bila harus memaksa atau berdarah untukmu
apapun itu asalkan mencoba menerimaku.”
Aku mengatur nada bicaraku dan
melanjutkan
“Dan kamu, hanya perlu terima dan tak
harus memahami, dan tak harus berfikir.
Hanya perlu mengerti aku bernafas
untukmu. Jadi tetaplah disini dan mulai
menerimaku”
“Aku ga bisa Gas, terus-terusan nyakitin
kamu dengan seperti ini. Biarkan aku pergi,
kamu pantas mendapatkan wanita yang
lebih baik dari aku Gas.” Jawab Siwi.
“Wi… Cobalah mengerti semua ini karena
selamanya takkan berhenti. Coba rasakan
rindu ini. Biar saja waktu yang memisahkan
Wi..”
Seketika Siwi berlari pergi. Meninggalkanku
dengan kata-kata yang menggantung dan
memekakkan telingaku.
“Cobalah mengerti wi..”
“Cobalah mengerti wi..”
#cerpen #peterpan
0 Komentar