#CerpenPeterpan - (tak ada yang) Abadi
“Kenapa kamu baru cerita sekarang?” ucapku.
“Aku kayak gini untuk ngelindungin kamu”
“Melindungi aku dari apa?”
“Melindungi kamu dari keinginan membalas
ucapan-ucapan mereka. Melindungi kamu,
agar tidak seperti mereka, agar mereka tidak
merasa menang..”
“Tapi.. kenapa kamu masih di sini setelah
mendengar semua tentang aku? Semua
perkataan mereka?”
“Karena aku percaya, aku bisa
menyelamatkanmu”
“Menyelamatkan aku? Maksudmu?”
“Dengan mencintaiku, aku yakin, aku bisa
menyelamatkanmu, menyelamatkanmu dari
masa lalumu, dari cacian mereka..”
“..aku gak peduli dengan apa yang dikatakan
mereka, kamu tau apa yang aku katakan pada
mereka yang mencoba membukakan mataku
tentang sosok yang aku cintai? Aku bilang ke
mereka, tidak apa, denganku kamu akan
menjadi baik. Dan sampai saat ini aku masih
menyakini itu”
“Mereka bilang apa saja tentang aku?”
tanyaku dengan mulai terisak.
“Mereka bilang semua yang setelahnya aku
tanyakan lagi ke kamu sedikit demi sedikit, dan
kamu tidak menyangkalnya. Aku tidak peduli,
semuanya hanya kepingan masa lalumu,
kepingan yang membentuk dirimu saat ini”
Aku terdiam mendengar semua perkataannya.
Jadi, selama ini dia sudah tau?
“Sayang, kamu percaya kan aku cinta sama
kamu?”
Aku terdiam menatap matanya, aku melihat
wajahku di dalam matanya, menahan air mata
karena tidak tau lagi harus berkata apa. Apa
aku pantas untuknya? Apa ketulusannya
setimpal dengan diriku?
“Sayang, aku percaya kamu bisa berubah.
Untuk aku, untuk diri kamu sendiri, untuk kita,
untuk mimpi-mimpi kita”
Aku masih saja terdiam mendengar semua
perkataannya, ucapan mereka semuanya
benar, aku tidak bisa mengelaknya, tapi
begitulah aku, dan dia.. apa aku masih pantas
untuknya. Tapi dia tetap di sini, tidak pergi
kemana-mana, tetap menggenggam tanganku,
bersama menyusun cerita. Apa semua ini
nyata? Apa benar masih tersisa sosok Adam
yang masih bisa mencintaiku dengan segala
apa yang telah kulalui?
“Kamu yakin kamu masih mau melanjutkan dan
membangun masa depan bersama aku?
Setelah mendengar segala cerita mereka?”
“Yakin, asal kamu mau berubah, aku lihat
belakang ini kamu sudah jauh berubah.
Menjadi lebih baik. Mari tunjukkan pada
mereka bahwa kamu bisa. Bahwa mereka
salah. Ada aku di sini, aku temani kamu
menjadi lebih baik”
“Gak ada yang abadi, semua yang aku alami,
membuatku makin yakin gak ada yang abadi.
Cacian mereka, kesedihanku, pun rasa yang
sekarang kamu ungkapkan. Aku lelah percaya
lagi..” jawabku menanggapi segala
keyakinannya.
“Jika benar tak ada yang abadi, maka
perjuanganku yang tak kenal lelah ini, kamu
sebut apa? Aku yang tetap di sini, setelah apa
yang mereka semua katakan, kamu sebut
apa?” jawabnya.
“Mungkin benar, tidak semua hal yang terjadi
dan ada di bumi ini abadi. Pun dekapan
tanganku, semuanya yang aku sangka akan
abadi, perlahan akan mati jika kamu tidak ikut
mempercayainya” lanjutnya.
“Kalau ternyata kamu sama seperti mereka
gimana? Mungkin sekarang kamu bisa berkata
seperti ini karena kita sedang dimabuk cinta.
Besok gimana? Kalau ternyata besok kakimu
lebam dihantam lelah? Apa kamu akan
berhenti dan balik meninggalkanku seperti
yang selama ini aku alami?” jawabku.
“Tidak, sayang.. jika kamu terus
mempertahankan apa yang belakangan ini
sudah kita lalui, aku yakin kita bisa bertahan.
Aku mungkin tidak bisa menjanjikanmu
selamanya, tapi aku berjanji, aku akan
mencintaimu sampai kamu lupa rasanya
membenci”
Aku makin larut dalam air mataku yang terus
mengalir, jika benar tak ada yang abadi,
mengapa kesedihan ini beruntun menerpaku?
Ucapku di dalam hati.
“Aku gak akan pergi kemana-mana, aku akan
menemanimu menyangkal ucapan mereka,
membuktikan bahwa ucapan mereka salah.
Menemanimu memilah mana yang patut
dijadikan abadi, mana yang pantas untuk
dikomentari dengan sinis “tak ada yang abadi”,
aku akan terus di samping kamu” kali ini dia
mendekat, menggenggam tanganku dengan
erat. Dari suaranya aku yakin dia sedang
menahan tangis.
“Aku cinta sama kamu, tapi aku merasa gak
pantes dapat balasan cinta sedemikian besar
dari kamu”
“Hei, liat aku. Aku cinta sama kamu..” dia
menatapku erat.
“…Gak ada duka yang abadi, gak ada cibiran
yang abadi, apa lagi masa lalu, buktinya
mereka sekarang sudah terlewati, mereka
akan abadi menjadi masa lalu kamu. Mereka
gak akan kembali lagi jika kamu mau. Jika
kamu mau berubah, dengan aku. Dengan
mencintaiku..”
“..Kamu harus bisa membuktikan ke mereka,
bahwa kamu bisa menjadi lebih baik. Dengan
atau tanpa aku.”
“Emang kamu mau kemana? Kamu mau
ninggalin aku?”
“Nggak, seperti yang tadi kamu bilang, jika
benar memang tak akan ada yang abadi, maka
takkan selamanya tanganku mendekapmu.
Takkan selamanya raga ini menjagamu.
Seperti alunan detak jantungku, tak bertahan
melawan waktu..”
“..Tapi satu yang aku pastikan, jika hal itu
terjadi, hanya berhentinya alunan detak
jantungku lah yang menjadi penyebabnya,
bukan karena keindahan yang memudar atau
cinta yang telah hilang. Kamu percaya kan
sama aku?”
Aku memejamkan mata, mengeluarkan air
mata yang sedari tadi membendung tak
tertahan tiap kali mendengar kata yang
terucap darinya. Aku mengangguk. Seraya
mengiyakan apa yang ia janjikan. Aku
mengangguk, terus mengganguk metanap
matanya.
“Aku cinta sama kamu, sayang.. tolong biarkan
aku menyelamatkanmu. Biarkan aku
menyelamatkanmu dengan mencintaimu,
biarkan dirimu makin baik dengan
mencintaiku.” Ucapnya sambil memelukku.
Tangisku makin pecah di dalam peluknya.
“Aku juga cinta sama kamu, aku butuh kamu
untuk menyelamatkanku. Cintai aku dengan
membuatku percaya “tak ada yang abadi”
hanya sekedar kata jika itu terjadi di antara
kita” aku membalas semua ucapannya.
Memeluknya sebagai perwakilan ucapan
terima kasihku pada Tuhan atas hadirnya di
hidupku.
“Iya, aku akan buktikan kepada mereka,
bahwa masih ada di dunia ini yang abadi, yaitu
— kita”
Aku mengangguk di dalam peluknya.
“Jangan pernah hilang, jangan pernah menjadi
masa laluku” ujarku.
“Iya, aku tidak akan menjadi masa lalumu, aku
tidak butuh mereka untuk membentuk masa
depan kita. Aku cinta kamu. Abadi.”
—end—
0 Komentar