Recents in Beach

Cerpen Peterpan " Taman Langit "

Taman Langit Yang Tersembunyi Di Balik
Awan

Aku kembali terdiam, barusan wanita yang
kupuja pulang. Dia membawakan masakan
kesukaanku, membuatku tidak tahan untuk
mencicipinya seketika, saat itu juga. Wanita
yang kau cintai mengerti bagaimana caranya
membuatmu bahagia? Aku pasti lah orang
paling beruntung di dunia. Tidak ada yang
boleh melarangku untuk bahagia malam ini.
Tuhan sedang berbaik hati, melimpahkan aku
dengan rezeki. Tidak masalah bila besok aku
tertimpa musibah lagi, yang penting hari ini aku
sudah berjabat tangan dengan bahagia.
Tadi Ibu datang, berpesan agar tidak lupa
sembahyang, katanya boleh sesekali meminta
kepada Tuhan. Asal jangan serakah. Mintalah
yang memang dibutuhkan, bukan yang
diinginkan. Aku mengerti, Ibu takut
hubunganku dengan Tuhan tidak baik seperti
dulu. Aku terlalu bahagia, terlalu perkasa
untuk memuja Tuhan. Maka sejak tadi, tidak
ada sembahyang yang aku lewatkan. Aku
senang berburu adzan. Kali ini bukan untuk
Ibu, tapi untukku.
Ayah juga menemani, katanya tidak perlu lah
aku mengejar dunia. Tidak akan habis kukejar.
Laki-laki tua yang paling aku kagumi memang
jarang berkata-kata, beliau lebih senang
bertindak. Seperti saat aku ketahuan mencuri
buah mangga tetangga sebelah, Ayah tidak
marah, beliau meminta maaf kepada bapak
tetangga, lalu didiamkannya aku seminggu,
tidak dibantu mengerjakan PR matematika
sampai akhirnya aku kesulitan sendiri. Setelah
aku meminta maaf kepada bapak tetangga
atas inisiatifku sendiri, Ayah baru bisa
tersenyum. Beliau kemudian cuma bilang,
orang yang berani meminta maaf berarti sudah
setingkat lebih dewasa. Sudah, begitu saja.
Semuanya kembali seperti sedia kala.
Surat-surat datang mengabari, katanya
mereka rindu kepadaku. Mereka tidak pernah
tahu, aku lebih rindu. Makanya, demi mereka
aku memutar kata-kata di kepala, mencoba
merajut apa yang bisa disulut, mempersiapkan
sebuah hadiah. Surat-surat yang tiap malam
tidak pernah habis kubaca itu semakin
menumpuk, aku tidak menjadikannya beban,
aku senang membaca pemikiran mereka.
Mereka hebat.
Kemudian mereka yang tidak pernah secara
langsung menyebut diri mereka sahabat juga
mengunjungiku. Kejadian memang tidak perlu
diyakinkan dengan kata-kata. Cukup bagi
mereka dan aku menghabiskan waktu
bersama, tertawa riang, menertawakan dunia,
merasa paling bijaksana, resmilah kami semua
bersahabat. Mereka tidak bawa buah tangan
seperti wanitaku, atau Ayah dan Ibu, mereka
hanya membawa cerita untuk dibagi,
dimengerti secara bersama, kemudian
memikirkan bagaimana caranya membuat
karya.
“Waktu kujungan sudah habis!” Sipir berteriak,
aku hanya tersenyum. Para sahabatku
kecewa.
“Ya udah, besok kan bisa ke sini lagi. Gue
tunggu progres aransemennya.” Begitu kataku
menjawab kekecewaan wajah sahabat-
sahabatku.
Aku di balik jeruji? Mungkin cuma kalian yang
membenciku berpikir begitu. Karena
sebenarnya aku sedang berada di balik awan,
tempat taman langit bersembunyi, aku menjadi
Tuhan, tahu siapa yang baik kepadaku siapa
yang tidak. Tempat pertahanan terbaik. Kelak
nanti aku keluar, aku bisa memilah bagaimana
nanti bertindak dengan tiap manusia yang
berprasangka kepadaku. Untuk itu, aku
bersyukur.

http://agastiazirtaf.wordpress.com/2012/07/28/taman-langit-yang-tersembunyi-di-balik-awan/

Posting Komentar

0 Komentar